- CE merupakan tanda yang di wajibkan digunakan oleh setiap produsen, tanda ini di buat Regrads dan dari Eropa. Ketika tanda CE ditempelkan pada suatu produk, itu merupakan deklarasi dari produsen atau wakilnya yang sah bahwa produk tersebut memenuhi semua ketentuan yang berlaku termasuk penilaian kesesuaian prosedur.
- Listrik dan non-listrik produk. Tanda ini menjamin kepatuhan dengan CSA (Kanada standar Asosiasi)
- Listrik dan non-listrik produk. Ini menjamin sesuai dengan standar nasional (Gosstandard Rusia)
- Listrik dan non listrik produk.
Tampilkan postingan dengan label Elektro. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Elektro. Tampilkan semua postingan
Selasa, 07 Oktober 2014
Senin, 06 Oktober 2014
Praktikum Dasar Kualitas Daya
I have some other files praticum of "Basic Power Quality", if you want, you can write comment below.
My practicum files which are :
EXPERIMENT 3: COMPARE METER ANALOG AND TRUE RMS MEASUREMENT IN THREE PHASE LINEAR LOADS
PERCOBAAN 3 : MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN LINIER TIGA FASA
EXPERIMENT 4: COMPARE METER ANALOG AND TRUE RMS MEASURING THE COST OF NON LINEAR THREE PHASE
PERCOBAAN 4 : MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN NON LINIER TIGA FASA
EXPERIMENT 5: COMPARE METER ANALOG AND TRUE RMS MEASURING THE COST 3-PHASE INVERTER
PERCOBAAN 5 : MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN INVERTER 3 FASA
EXPERIMENT 6: POWER QUALITY MEASUREMENT IN LOAD CONVERTER1 PHASE
PERCOBAAN 6 : PENGUKURAN KUALITAS DAYA PADA BEBAN KONVERTER 1 FASA
EXPERIMENT 7: POWER QUALITY MEASUREMENT IN COST 3-PHASE CONVERTER 6 PULSE
PERCOBAAN 7 : PENGUKURAN KUALITAS DAYA PADA BEBAN KONVERTER 3 FASA 6 PULSA
MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN NON LINIER SATU FASA
PERCOBAAN
2
MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE
RMS PADA PENGUKURAN BEBAN NON LINIER SATU FASA
2.1
Tujuan
Praktikum
1. Praktikan
dapat memahami prinsip dasar pengukuran daya arus bolak-balik dengan berbagai
metode dan alat ukur.
2. Praktikan
dapat menganalisa dan menyimpulkan hasil praktikum.
2.2
Dasar
Teori Penunjang
Dalam kualitas daya
dikenal beberapa macam beban, yakni beban linier dan beban non linier. Beban
linier adalah beban yang menghasilkan gelombang arus sinusoidal. Sedang beban
non linier adalah beban-beban yang menghasilkan gelombang arus non sinusoidal.
Contoh beban linier adalah lampu, pemanas dan motor induksi kecil. Contoh beban
non linier adalah tanur, mesin las dan peralatan yang menggunakan
semikonduktor, misalnya power suplai, converter, inverter, dc drive dan
lain-lain. Power suplai dengan cara pengaturan diode sederhana ada beberapa
metode :
1. Power
suplai dc / rectifier dengan setengah gelombang dapat dilihat seperti Gambar 2.1
di bawah :
Gambar
2.1. Power suplai dc / rectifier dengan setengah gelombang
Sedangkan jenis diode
yang sering digunakan adalah germanium dan silicon. Pada masing-masing jenis
tersebut memiliki nilai Vf yang berbeda, nilai Vf diode silicon 0,7 V sedangkan
germanium 0,3 V.
Untuk gelombang yang
diserahkan adalah :
V(t) = Vm sin t untuk 0 < t < π
V(t) = 0 untuk π < t < 2π
2. Power
suplai dc / rectifier dengan gelombang penuh dapat dilihat seperti Gambar 2.2
di bawah :
Rectifier ini menggunakan 2 diode dan kedua siklus
setengah gelombang input ac, sehingga diperlukan transformator yang diambil
pada ct-nya dan beroperasi pada 2 VL. Diode itu juga harus mempunyai
VRRM yang sama.
Gambar
2.2. Power suplai dc / rectifier dengan gelombang penuh
3. Power
suplai dc / rectifier dengan jembatan gelombang penuh dapat dilihat seperti Gambar
2.3 di bawah :
Rectifier ini menggunakan 4 (empat) buah diode
jembatan, system ini umumnya harganya lebih murah karena menggunakan
transformator lebih sederhana yang beroperasi pada VL. Diode itu
terhubung secara parallel berpasangan pada siklus tengahan yang bergantian.
Diode VRRM beroperasi pada VL.
Gambar
2.3. Power suplai dc / rectifier dengan jembatan gelombang penuh
2.3
Rangkaian
Percobaan
a.
Metode
I (Menggunakan Wattmeter, Cos, AM, VM)
Gambar
2.4. Rangkaian Pengukuran Beban Non Linier 3 Phasa menggunakan Wattmeter
Daya aktif (P) pada beban satu phasa :
P = Vph
x Iline x Cos φ
P = Penunjukkan wattmeter (watt)
Daya semu :
S = VI (VA)
b.
Metode
II (Menggunakan Power Meter true rms)
Gambar
2.5. Rangkaian Pengukuran Beban Non Linier 1 Phasa menggunakan Power Meter
2.4
Peralatan
dan Bahan
1. Voltmeter
AC (1
buah)
2. Ammeter
AC (1
buah)
3. Wattmeter
1 fasa (1
buah)
4. Cos
φ meter (1
buah)
5. Power
Meter (1
buah)
6. Slidak
(VR) (1
buah)
7. Beban
Non Linier 1 Phasa (1
buah)
Keterangan : Beban Linier yang
dipakai :
1.
Driver
Motor DC
2.5
Langkah
Kerja
1. Siapkan
peralatan dan bahan yang dibutuhkan.
2. Buat
rangkaian seperti pada Gambar rangkaian metode I (Gambar 2.4), kemudian ukur
tegangan, arus, daya dari penunjukkan wattmeter dan power factor (cos φ).
3. Buat
rangkaian seperti Gambar rangkaian metode II (Gambar 2.5), kemudian ukur
tegangan, arus, daya dan power factor (cos φ) dari penunjukkan Power Meter.
4. Bandingkan
hasil pengukuran metode I dengan metode II.
5. Tentukan
prosentasi hasil pengukuran.
2.6
Tabel
Hasil Percobaan
Metode
I
No.
|
Beban
|
Vph (V)
|
I(A)
|
cos phi
|
S=VxI (VA)
|
P=VphxIxcos phi (watt)
|
P-praktek (watt)
|
1
|
Lampu
|
220
|
0,86
|
1
|
189,2
|
189,2
|
190
|
2
|
Lampu dan L
|
220
|
0,84
|
0,98 lagging
|
184,8
|
181,1
|
182,5
|
3
|
Motor DC
|
220
|
1,22
|
0,94 lagging
|
268,4
|
252,3
|
220
|
Metode
II
No.
|
Beban
|
Vrms
|
Iline
|
PF
|
DPF
|
S (VA)
|
P (watt)
|
1
|
Lampu
|
219
|
0,88
|
1
|
1
|
192,1
|
192,2
|
2
|
Lampu dan L
|
220
|
0,86
|
0,98
|
0,97
|
187,6
|
182,2
|
3
|
Motor DC
|
219
|
1,26
|
0,79
|
0,94
|
271,3
|
218,2
|
2.7
Analisa
Pada percobaan kali ini
sama seperti percobaan sebelumnya, perbedaannya adlah terletak pada bebannya.
Dimana pada percobaan 1 sebelumnya menggunakan beban linier dan untuk percobaan
2 kali ini menggunakan beban non linier 1 phasa.
Perbedaan dari
percobaan 1 dan percobaan 2 adalah berada pada penggunaan rectifier. Sebelumnya
beban linier tidak menggunakan rectifier dan beban motor yang digunakan adalah
motor induksi 1 phasa, sedangkan pada percobaan kali ini menggunakan beban
lampu, inductor dan kapasitor yang sama hanya saja menggunakan rectifier karena
non linier, dan beban motor yang digunakan adalah beban motor DC.
Pada metode I dan
metode II semua nilai atau parameter yang dicari mendekati atau persen errornya
sangat kecil. Pada metode I bisa dikatakan metode manual karena alat ukur yang
digunakan masih menggunakan alat ukur analog seperti amperemeter, voltmeter,
cos phi meter, wattmeter sehingga kabel yang diperlukan sangat banyak. Sehingga
pembacaan data-pun bisa dipengaruhi oleh human error. Pada data metode I
didapatkan nilai Vph disetiap beban tetap yaitu 220 V. dan nilai I terbesar
berada pada beban motor yaitu sebesar 1,22 A. namun nilai cos phi terbaik tetap
terjadi pada beban lampu pijar saja dimana beban ini dikatakan resistif murni
yaitu cos phinya yang unity. Untuk perhitungan daya, baik daya aktif maupun
daya reaktif dan semu paling besar terjadi pada beban motor. Hal ini karena
motor DC memiliki karakteristik arus DC dan tegangan DC yang besar sehingga
tahanan didalamnya pun besar karena tahanan sebanding dengan tegangan, seperti
hokum ohm yaitu V = I x R. Rectifier disini berfungsi sebagai penyearah yaitu
untuk menyearahkan tegangan AC ke DC sehingga jika dilihat pada osiloskop akan
tampak gelombang outputnya hanya setengah gelombang DC positif.
Pada metode ke II
parameter yang dilihat sama, namun ada perbedaan karena terdapat DPF. Nilai
Vrms pada metode II bervariasi, hal ini karena Power meter sangat presisi. Namun
untuk pembacaan nilai yang lain kedua metode sama, sehingga keduanya memiliki
perbandingan persen error yang sangat kecil.
2.8
Kesimpulan
-
Pengukuran beban non linier satu phasa
merupakan pengukuran kualitas daya dengan beban DC.
-
Karena beban yang digunakan DC maka
dibutuhkan rectifier sebagai penyearah tegangan AC ke DC.
-
Pengukuran metode I yaitu yang
menggunakan alat ukur analog memiliki kekurangan yaitu :
Ø Kurang
effisien, karena membutuhkan kabel banyak.
Ø Kurang
efektif, karena alat ukurnya banyak, dan satu alat ukur hanya untuk satu
pembacaan pengukuran.
Ø Mudah
terjadi human error, atau pembacaan dari user-nya.
Sedangkan pengukuran
dengan metode II yaitu menggunakan true rms mampu melengkapi kekurangan dari
metode I, sehingga alat ini sangat presisi.
MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN LINIER SATU FASA
PERCOBAAN
1
MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE
RMS PADA PENGUKURAN BEBAN LINIER SATU FASA
1.1
Tujuan
Praktikum
1. Praktikan
dapat memahami prinsip dasar pengukuran daya arus bolak-balik dengan meter
analog dan meter true rms.
2. Praktikan
dapat menganalisa dan menyimpulkan perbedaan hasil pengukuran meter analog dan
meter true rms untuk pengukuran beban linier 1 fasa.
1.2
Dasar
Teori Penunjang
Wattmeter
satu fasa terbuat dari :
Elektrodinamometer
dipakai secara luas dalam pengukuran daya. Peralatan tersebut dapat digunakan
untuk menunjukkan daya searah (dc) maupun daya bolak-balik (ac) untuk setiap
gelombang tegangan dan arus yang tidak terbatas pada gelombang sinus saja.
Elektrodinamometer dapat digunakan sebagai voltmeter atau amperemeter terdiri
dari kumparan-kumparan yang diam dan yang berputar dihubungkan secara seri,
karena itu bereaksi pada efek kuadrat arus. Bila digunakan sebagai alat ukur
daya satu fasa, kumparan-kumparan dihubungkan dengan cara yang berbeda, seperti
terlihat pada Gambar 1.1 di bawah ini :
Gambar 1.1. Diagram sebuah
wattmeter elektrodinamometer,
yang dihubungkan beban satu fasa
Kumparan-kumparan
yang diam atau kumparan-kumparan medan ditunjukkan sebagai dua elemen terpisah
yang dihubungkan secara seri dan membawa arus jala-jala total (ic).
Kumparan yang berputar yang ditempatkan di dalam medan magnet membawa arus
kecil (ip). Arus sesaat di dalam kumparan yang berputar adalah
tahanan total kumparan berputar beserta tahanan serinya. Defleksi kumparan
putar sebanding dengan perkalian ic dan ip dan untuk
defleksi rata-rata selama satu periode dapat dituliskan :
Di
mana:
θ rata-rata = Defleksi sudut rata-rata dari kumparan
K =
Konstanta instrumen
ic = Arus sesaat di dalam kumparan-kumparan medan
ip = Arus sesaat di dalam kumparan potensial
Dengan menganggap sementara ic
sama dengan arus beban I (secara actual ic = ip+i) dan
menggunakan nilai ip = e/Rp, jadi persamaan di atas berubah
menjadi :
Menurut definisi daya rata-rata di dalam
suatu rangkaian adalah :
Yang menujukkan bahwa elektrodinamometer
yang dihubungkan dalam konfigurasi gambar mempunyai defleksi yang sebanding
dengan daya rata-rata. Jika e dan i adalah besaran sinus dengan bentuk e = Em sin ωt dan i = Im sin (ωt + θ), persamaan kedua berubah menjadi
:
Dimana E dan I menyatakan nilai –nilai rms tegangan dan arus, serta θ menyatakan sudut fasa antara
tegangan dan arus. Persamaan kedua dan ketiga menunjukkan bahwa
elektrodinamometer mengukur daya rata-rata yang disalurkan pada beban.
Wattmeter mempunyai satu terminal
tegangan dan arus yang ditandai dengan “+”. Bila terminal arus yang ditandai
dihubungkan ke jala-jala masuk dan terminal tegangan ke sisi jala-jala di mana
kumparan arus dihubungkan, alat ukur selalu akan membaca naik bila daya
dihubungkan ke beban. Jika untuk satu alasa (seperti dalam metode dua wattmeter
untuk mengukur daya 3 fasa) jarum membaca mundur, sambungan arus (bukan
sambungan tegangan) harus dipertukarkan.
Wattmeter elektrodinamometer membutuhkan
sejumlah daya untuk mempertahankan medan mafnitnya, tetapi biasanya sangat
kecil dibandingkan terhadap daya beban sehingga dapat diabaikan. Jika
diperlukan pembacaan daya yang tepat, kumparan arus harus membawa arus beban
yang tepat pula. Dengan menghubungkan kumparan potensial ke titik A seperti
pada Gambar 1.1, tegangan beban terukur dengan tepat tetapi arus yang melalui
kumparan-kumparan medan lebih besar sebanyak Ip. Berarti wattmeter
membaca lebih tinggi sebesar kehilangan daya tambahan di dalam ran gkaian
potensial. Tetapi jika kumparan potensial dihubungkan ke titik B Gambar 1.1,
kumparan medan mencatat arus beban yang tepat, tetapi tegangan pada kumparan
potensial akan lebih besar sebanyak penurunan tegangan pada kumparan-kumparan
medan. Juga wattmeter akan mencatat lebih tinggi, tetapi dengan kehilangan
sebesar I2R di dalam kumparan-kumparan medan. Cara penyambungan yang
tepat bergantung pada situasi. Umumnya sambungan kumparan potensial pada titik
A lebih diinginkan untuk beban-beban arus tinggi, tegangan rendah. Sedangkan
sambungan kumparan potensial pada titik B lebih diinginkan untuk beban-beban
arus rendah dan tegangan tinggi.
Diagram wattmeter terkompensasi yang mana
efek arus di dlaam kumparan potensial dihilangkan oleh arus dalam kumparan
kompensasi.
Kesulitan dalam menempatkan sambungan
kumparan potensial diatasi dengan wattmeter yang terkompensasi seperti
ditunjukkan pada Gambar 1.2. Kumparan arus terdiri dari dua kumparan,
masing-masing mempunyai jumlah lilitan yang sama. Salah satu kumparan
menggunakan kawat besar yang membawa arus beban ditambah arus untuk kumparan
potensial. Gulungan lain menggunaka kawat kecil (tipis) dan hanya membawa arus
ke kumparan tegangan. Tetapi arus ini berlawanan dengan fluksi utama. Berarti
efek Ip dihilangkan dan wattmeter menunjukkan daya yang sesuai.
1.3
Rangkaian
Percobaan
a.
Metode
I (Menggunakan Wattmeter, Cos, AM, VM)
Gambar
1.3. Rangkaian Pengukuran Beban Linier 1 Phasa menggunakan Wattmeter
Daya aktif (P) pada beban satu phasa :
P = Vph
x Iline x Cos φ
P = Penunjukkan wattmeter (watt)
Daya semu :
S = VI (VA)
Gambar
1.4. Rangkaian Pengukuran Beban Linier 1 Phasa menggunakan Power Meter
1.4
Peralatan
dan Bahan
1. Voltmeter
AC (1
buah)
2. Ammeter
AC (1
buah)
3. Wattmeter
1 fasa (1
buah)
4. Cos
φ meter (1
buah)
5. Power
Meter (1
buah)
6. Slidak
(VR) (1
buah)
7. Beban
Linier
·
Lampu (1
buah)
·
Lampu seri Ballast (1 buah)
·
Lampu parallel Capasitor (1 buah)
Keterangan : Beban Linier yang
dipakai :
1.
Lampu
2.
Motor
1.5
Langkah
Kerja
1. Siapkan
peralatan dan bahan yang dibutuhkan.
2. Buat
rangkaian seperti pada Gambar rangkaian metode I (Gambar 1.3), kemudian ukur
tegangan, arus, daya dari penunjukkan wattmeter dan power factor (cos φ).
3. Buat
rangkaian seperti Gambar rangkaian metode II (Gambar 1.4), kemudian ukur
tegangan, arus, daya dan power factor (cos φ) dari penunjukkan Power Meter.
4. Bandingkan
hasil pengukuran metode I dengan metode II.
5. Tentukan
prosentasi hasil pengukuran.
1.6
Tabel
Hasil Percobaan
Metode
I
No.
|
Beban
|
V(Volt)
|
I(A)
|
cos phi
|
S=VxI (VA)
|
P(watt)-teori
|
P(watt)-praktek
|
1
|
Lampu
|
224
|
0,85
|
1
|
190,4
|
190,4
|
200
|
2
|
Lampu // C
|
222
|
1,44
|
0,57 lagging
|
319,68
|
182,22
|
200
|
3
|
Lampu // C // L
|
224
|
2,6
|
0,42 lagging
|
582,4
|
244,61
|
250
|
4
|
Lampu // C dan L
|
224
|
2
|
0,78 leading
|
448
|
349,44
|
350
|
5
|
Motor Induksi 1 phasa
|
220
|
1,1
|
0,58 lagging
|
242
|
140,36
|
125
|
Metode
II
No.
|
Beban
|
V(Volt)
|
I(A)
|
cos phi
|
S=VxI (VA)
|
DPF
|
P(watt)
|
1
|
Lampu
|
224
|
0,85
|
0,99
|
192
|
1
|
190
|
2
|
Lampu // C
|
224
|
1,5
|
0,51
|
340
|
0,51
|
170
|
3
|
Lampu // C // L
|
223
|
2,11
|
0,52
|
470
|
0,51
|
240
|
4
|
Lampu // C dan L
|
224
|
2,8
|
0,45
|
620
|
0,45
|
280
|
5
|
Motor Induksi 1 phasa
|
222
|
1,09
|
0,55
|
246
|
0,56
|
134
|
1.7
Analisa
Pada percobaan pertama
Praktikum Kualitas Daya diawali dengan mengukur Beban Linier Satu Fasa
menggunakan dua metode yang berbeda yaitu metode pertama menggunakan alat ukur
analog seperti amperemeter, voltmeter, cos phi meter, wattmeter dan sebagainya.
Sedangkan metode yang kedua lebih praktis yaitu hanya menggunaka Power Meter
yang ber merk Fluke Meter, Power Meter disini mampu mengukur kualitas daya pada
parameter-parameter yang lebih dari satu, diantaranya seperti tegangan, arus,
PF, DPF, DF, KF, THDi, THDv, S, P, Q, harmonisa dan masih banyak lagi, selain
itu alat ukur ini bisa digunakan pada beban satu fasa maupun tiga fasa. Alat
ini juga sangat presisi, karena pembacaannya tidak menggunakan jarum penunjuk
seperti alat ukur analog yang memungkinkan terjadinya human error, sehingga
alat ini juga dinamakan alat ukur yang True RMS. Namun karena kelebihannya
sangat banyak maka Power Meter ini harganya sangat mahal, sehingga banyak
industry besar yang belum memiliki alat ukur ini meskipun sebenarnya
membutuhkan untuk membantu memaksimalkan peralatan industry.
Pada percobaan ini
dilakukan menggunakan beban yang bervariasi, yaitu :
a. beban
lampu,
b. beban
lampu yang diparallel dengan kapasitor,
c. beban
lampu yang diparallel dengan kapasitor lalu diparallel lagi dengan inductor,
d. beban
kapasitor yang diseri dengan inductor, lalu hasilnya diparallel dengan lampu,
e. beban
motor induksi satu fasa.
Kelima beban tersebut
diterapkan pada metode I dan metode II, kemudian hasilnya dibandingkan.
Pada metode I diberikan
input sebesar 220 Volt dari penunjukan variac, namun yang terlihat di voltmeter
rata-rata dari kelima beban besarnya sama yaitu sebesar 224 Volt. Untuk nilai
arus bervariasi tergantung bebannya. Ketika beban yang digunakan lampu dimana
lampu adalah jenis beban resistif murni maka memiliki PF yang unity atau PF =
1, dan arusnya kecil karena tahanan lampu besar. Karena beban lampu memiliki
arus yang kecil maka daya-nya sekitar 190 watt dari hasil perhitungan teori
sesuai rumus yaitu : P = V x I x cos phi, sedangkan pada prakteknya bernilai
200 watt yang terbaca dari wattmeter. Untuk beban lampu yang diparallel dengan
kapasitor hasilnya lebih besar karena tahanannya menjadi lebih besar selain itu
kapasitor memiliki karakter menyimpan arus sehingga mengakibatkan nilai cos phi
turun atau jelek, sehingga mengakibatkan nilai daya reaktif (S) besar yaitu 320
VA, namun daya aktif (P) lebih kecil dari beban sebelumnya yaitu 182 watt. Hal
ini yang menjadikan kebanyakan lampu diberikan ballast atau kapasitor, karena
daya yang terbaca pada KWHmeter adalah daya aktif sehingga bisa memperkecil
daya yang digunakan. Sedangkan pada beban lampu yang diparallel dengan
kapasitor lalu diparalle lagi dengan inductor memiliki daya reaktif (S) lebih
besar lagi yaitu 582 VA, namun daya aktifnya (P) kecil yaitu hanya sebesar 241
watt hal ini karena cos phi meter menunjukkan PFnya kecil yaitu 0,4. Sedangkan
untuk beban ketiga yaitu kapasitor di seri dengan inductor lalu hasilnya
diparallel dengan lampu menjadikan arusnya lebih kecil dari beban sebelumnya
namun cos phinya naik menjadi 0,78 sehingga menjadikan daya aktif (P) dan daya
reaktif (S) hampir sama. Sedangkan yang terakhir adalah beban motor induksi
satu fasa yang memiliki karakteristik arus konstan kecil dan PF kecil sehingga
mengakibatkan nilai daya aktif (P) maupun daya reaktif (S) kecil namun tidak
sama atau tidak hampir sama. Namun perlu diperhatikan, ketika praktikum dengan
beban motor induksi satu fasa ini saat menaikkan tegangan dari variac harus
hati-hati karena motor memiliki starting yang besar, dan akan konstan ketika
kecepatannya konstan. Hal ini karena dipengaruhi adanya torque motor.
Pada metode kedua lebih
simple karena tidak membutuhkan banyak kabel, sebab dari alat ukur yang
digunakan hanya direplace dengan satu
buah alat ukur yaitu Power Meter. Dari hasil data percobaan yang terlampir bisa
dilihat bahwa nilai metode II tidak berbeda jauh dengan metode II, namun yang lebih presisi
adalah metode II karena Power Meter mampu menunjukkan angka yang pasti ketika
konstan dan tidak perlu mengira-ngira ketika dibaca (seperti alat ukur analog
dibaca dari jarum penunjukkan).
1.8
Kesimpulan
-
Apabila nilai cos phi unity atau
mendekati unity maka nilai daya aktif (P) dan daya reaktif (S) akan sama atau
hampir sama.
-
Alat ukur analog memiliki banyak
kekurangan, yaitu :
Ø Kurang
effisien karena membutuhkan banyak kabel pemasangannya.
Ø Kurang
efektif karena satu alat hanya membaca satu parameter pengukuran.
Ø Kurang
presisi karena pembacaannya mudah terjadi human error.
-
Sehingga dari alat ukur analog ditemukan
sebuah alat ukur yang mampu memperbaiki kekurangan alat ukur analog, yaitu
Power meter. Karena alat ini bisa dikatakan True RMS maka harganya juga tidak
murah, dan jauh lebig mahal jika dibandingkan alat ukur analog.