Tampilkan postingan dengan label Elektro. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Elektro. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Oktober 2014

Arti Simbol pada Charger Laptop



  1. CE merupakan tanda yang di wajibkan digunakan oleh setiap produsen, tanda ini di buat Regrads dan dari Eropa. Ketika tanda CE ditempelkan pada suatu produk, itu merupakan deklarasi dari produsen atau wakilnya yang sah bahwa produk tersebut memenuhi semua ketentuan yang berlaku termasuk penilaian kesesuaian prosedur.
  2. Listrik dan non-listrik produk. Tanda ini menjamin kepatuhan dengan CSA (Kanada standar Asosiasi)
  3. Listrik dan non-listrik produk. Ini menjamin sesuai dengan standar nasional (Gosstandard Rusia)
  4. Listrik dan non listrik produk.

Senin, 06 Oktober 2014

Praktikum Dasar Kualitas Daya


I have some other files praticum of "Basic Power Quality", if you want, you can write comment below.


My practicum files which are :

EXPERIMENT 3: COMPARE METER ANALOG AND TRUE RMS  MEASUREMENT IN THREE PHASE LINEAR LOADS 
PERCOBAAN 3 : MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN LINIER TIGA FASA

EXPERIMENT 4: COMPARE METER ANALOG AND TRUE RMS  MEASURING THE COST OF NON LINEAR THREE PHASE 
PERCOBAAN 4 : MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN NON LINIER TIGA FASA

EXPERIMENT 5: COMPARE METER ANALOG AND TRUE RMS  MEASURING THE COST 3-PHASE INVERTER 
PERCOBAAN 5 : MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN INVERTER 3 FASA

EXPERIMENT 6: POWER QUALITY MEASUREMENT IN LOAD CONVERTERPHASE  
PERCOBAAN 6 : PENGUKURAN KUALITAS DAYA PADA BEBAN KONVERTER 1 FASA

EXPERIMENT 7: POWER QUALITY MEASUREMENT IN COST 3-PHASE CONVERTER 6 PULSE
PERCOBAAN 7 : PENGUKURAN KUALITAS DAYA PADA BEBAN KONVERTER 3 FASA 6 PULSA

MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN NON LINIER SATU FASA

PERCOBAAN 2
MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN NON LINIER SATU FASA

2.1       Tujuan Praktikum
1.      Praktikan dapat memahami prinsip dasar pengukuran daya arus bolak-balik dengan berbagai metode dan alat ukur.
2.      Praktikan dapat menganalisa dan menyimpulkan hasil praktikum.

2.2       Dasar Teori Penunjang
Dalam kualitas daya dikenal beberapa macam beban, yakni beban linier dan beban non linier. Beban linier adalah beban yang menghasilkan gelombang arus sinusoidal. Sedang beban non linier adalah beban-beban yang menghasilkan gelombang arus non sinusoidal. Contoh beban linier adalah lampu, pemanas dan motor induksi kecil. Contoh beban non linier adalah tanur, mesin las dan peralatan yang menggunakan semikonduktor, misalnya power suplai, converter, inverter, dc drive dan lain-lain. Power suplai dengan cara pengaturan diode sederhana ada beberapa metode :
1.    Power suplai dc / rectifier dengan setengah gelombang dapat dilihat seperti Gambar 2.1 di bawah :

Gambar 2.1. Power suplai dc / rectifier dengan setengah gelombang

Sedangkan jenis diode yang sering digunakan adalah germanium dan silicon. Pada masing-masing jenis tersebut memiliki nilai Vf yang berbeda, nilai Vf diode silicon 0,7 V sedangkan germanium 0,3 V.
Untuk gelombang yang diserahkan adalah :
V(t) = Vm sin t                      untuk 0 < t < π
V(t) = 0                                 untuk π < t < 2π

2.    Power suplai dc / rectifier dengan gelombang penuh dapat dilihat seperti Gambar 2.2 di bawah :
Rectifier ini menggunakan 2 diode dan kedua siklus setengah gelombang input ac, sehingga diperlukan transformator yang diambil pada ct-nya dan beroperasi pada 2 VL. Diode itu juga harus mempunyai VRRM yang sama.
Gambar 2.2. Power suplai dc / rectifier dengan gelombang penuh

3.    Power suplai dc / rectifier dengan jembatan gelombang penuh dapat dilihat seperti Gambar 2.3 di bawah :
Rectifier ini menggunakan 4 (empat) buah diode jembatan, system ini umumnya harganya lebih murah karena menggunakan transformator lebih sederhana yang beroperasi pada VL. Diode itu terhubung secara parallel berpasangan pada siklus tengahan yang bergantian. Diode VRRM beroperasi pada VL.

Gambar 2.3. Power suplai dc / rectifier dengan jembatan gelombang penuh

Pada rectifier gelombang penuh maka secara matematis dapat diperoleh Voutput :

2.3       Rangkaian Percobaan
a.      Metode I (Menggunakan Wattmeter, Cos, AM, VM)


Gambar 2.4. Rangkaian Pengukuran Beban Non Linier 3 Phasa menggunakan Wattmeter

Daya aktif (P) pada beban satu phasa :
P = Vph x Iline x Cos φ
P = Penunjukkan wattmeter (watt)
Daya semu :
S = VI (VA)

b.      Metode II (Menggunakan Power Meter true rms)

Gambar 2.5. Rangkaian Pengukuran Beban Non Linier 1 Phasa menggunakan Power Meter

2.4       Peralatan dan Bahan
1.      Voltmeter AC                                                     (1 buah)
2.      Ammeter AC                                                      (1 buah)
3.      Wattmeter 1 fasa                                                            (1 buah)
4.      Cos φ meter                                                        (1 buah)
5.      Power Meter                                                       (1 buah)
6.      Slidak (VR)                                                         (1 buah)
7.      Beban Non Linier 1 Phasa                                  (1 buah)          
Keterangan : Beban Linier yang dipakai :
1.      Driver Motor DC

2.5       Langkah Kerja
1.      Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan.
2.      Buat rangkaian seperti pada Gambar rangkaian metode I (Gambar 2.4), kemudian ukur tegangan, arus, daya dari penunjukkan wattmeter dan power factor (cos φ).
3.      Buat rangkaian seperti Gambar rangkaian metode II (Gambar 2.5), kemudian ukur tegangan, arus, daya dan power factor (cos φ) dari penunjukkan Power Meter.
4.      Bandingkan hasil pengukuran metode I dengan metode II.
5.      Tentukan prosentasi hasil pengukuran.

2.6       Tabel Hasil Percobaan
Metode I
No.
Beban
Vph (V)
I(A)
cos phi
S=VxI (VA)
P=VphxIxcos phi (watt)
P-praktek (watt)
1
Lampu
220
0,86
1
189,2
189,2
190
2
Lampu dan L
220
0,84
0,98 lagging
184,8
181,1
182,5
3
Motor DC
220
1,22
0,94 lagging
268,4
252,3
220

Metode II
No.
Beban
Vrms
Iline
PF
DPF
S (VA)
P (watt)
1
Lampu
219
0,88
1
1
192,1
192,2
2
Lampu dan L
220
0,86
0,98
0,97
187,6
182,2
3
Motor DC
219
1,26
0,79
0,94
271,3
218,2

2.7       Analisa
Pada percobaan kali ini sama seperti percobaan sebelumnya, perbedaannya adlah terletak pada bebannya. Dimana pada percobaan 1 sebelumnya menggunakan beban linier dan untuk percobaan 2 kali ini menggunakan beban non linier 1 phasa.
Perbedaan dari percobaan 1 dan percobaan 2 adalah berada pada penggunaan rectifier. Sebelumnya beban linier tidak menggunakan rectifier dan beban motor yang digunakan adalah motor induksi 1 phasa, sedangkan pada percobaan kali ini menggunakan beban lampu, inductor dan kapasitor yang sama hanya saja menggunakan rectifier karena non linier, dan beban motor yang digunakan adalah beban motor DC.
Pada metode I dan metode II semua nilai atau parameter yang dicari mendekati atau persen errornya sangat kecil. Pada metode I bisa dikatakan metode manual karena alat ukur yang digunakan masih menggunakan alat ukur analog seperti amperemeter, voltmeter, cos phi meter, wattmeter sehingga kabel yang diperlukan sangat banyak. Sehingga pembacaan data-pun bisa dipengaruhi oleh human error. Pada data metode I didapatkan nilai Vph disetiap beban tetap yaitu 220 V. dan nilai I terbesar berada pada beban motor yaitu sebesar 1,22 A. namun nilai cos phi terbaik tetap terjadi pada beban lampu pijar saja dimana beban ini dikatakan resistif murni yaitu cos phinya yang unity. Untuk perhitungan daya, baik daya aktif maupun daya reaktif dan semu paling besar terjadi pada beban motor. Hal ini karena motor DC memiliki karakteristik arus DC dan tegangan DC yang besar sehingga tahanan didalamnya pun besar karena tahanan sebanding dengan tegangan, seperti hokum ohm yaitu V = I x R. Rectifier disini berfungsi sebagai penyearah yaitu untuk menyearahkan tegangan AC ke DC sehingga jika dilihat pada osiloskop akan tampak gelombang outputnya hanya setengah gelombang DC positif.
Pada metode ke II parameter yang dilihat sama, namun ada perbedaan karena terdapat DPF. Nilai Vrms pada metode II bervariasi, hal ini karena Power meter sangat presisi. Namun untuk pembacaan nilai yang lain kedua metode sama, sehingga keduanya memiliki perbandingan persen error yang sangat kecil.




2.8       Kesimpulan
-          Pengukuran beban non linier satu phasa merupakan pengukuran kualitas daya dengan beban DC.
-          Karena beban yang digunakan DC maka dibutuhkan rectifier sebagai penyearah tegangan AC ke DC.
-          Pengukuran metode I yaitu yang menggunakan alat ukur analog memiliki kekurangan yaitu :
Ø  Kurang effisien, karena membutuhkan kabel banyak.
Ø  Kurang efektif, karena alat ukurnya banyak, dan satu alat ukur hanya untuk satu pembacaan pengukuran.
Ø  Mudah terjadi human error, atau pembacaan dari user-nya.

Sedangkan pengukuran dengan metode II yaitu menggunakan true rms mampu melengkapi kekurangan dari metode I, sehingga alat ini sangat presisi.

MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN LINIER SATU FASA

PERCOBAAN 1
MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE RMS PADA PENGUKURAN BEBAN LINIER SATU FASA

1.1       Tujuan Praktikum
1.      Praktikan dapat memahami prinsip dasar pengukuran daya arus bolak-balik dengan meter analog dan meter true rms.
2.      Praktikan dapat menganalisa dan menyimpulkan perbedaan hasil pengukuran meter analog dan meter true rms untuk pengukuran beban linier 1 fasa.

1.2       Dasar Teori Penunjang
Wattmeter satu fasa terbuat dari :
Elektrodinamometer dipakai secara luas dalam pengukuran daya. Peralatan tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan daya searah (dc) maupun daya bolak-balik (ac) untuk setiap gelombang tegangan dan arus yang tidak terbatas pada gelombang sinus saja. Elektrodinamometer dapat digunakan sebagai voltmeter atau amperemeter terdiri dari kumparan-kumparan yang diam dan yang berputar dihubungkan secara seri, karena itu bereaksi pada efek kuadrat arus. Bila digunakan sebagai alat ukur daya satu fasa, kumparan-kumparan dihubungkan dengan cara yang berbeda, seperti terlihat pada Gambar 1.1 di bawah ini :
Gambar 1.1. Diagram sebuah wattmeter elektrodinamometer,
yang dihubungkan beban satu fasa
Kumparan-kumparan yang diam atau kumparan-kumparan medan ditunjukkan sebagai dua elemen terpisah yang dihubungkan secara seri dan membawa arus jala-jala total (ic). Kumparan yang berputar yang ditempatkan di dalam medan magnet membawa arus kecil (ip). Arus sesaat di dalam kumparan yang berputar adalah tahanan total kumparan berputar beserta tahanan serinya. Defleksi kumparan putar sebanding dengan perkalian ic dan ip dan untuk defleksi rata-rata selama satu periode dapat dituliskan :
                                                                     


Di mana:
θ rata-rata        = Defleksi sudut rata-rata dari kumparan
K                = Konstanta instrumen
ic                 = Arus sesaat di dalam kumparan-kumparan medan
ip                 = Arus sesaat di dalam kumparan potensial

Dengan menganggap sementara ic sama dengan arus beban I (secara actual ic = ip+i) dan menggunakan nilai ip = e/Rp, jadi persamaan di atas berubah menjadi :
                                      

Menurut definisi daya rata-rata di dalam suatu rangkaian adalah :
 

Yang menujukkan bahwa elektrodinamometer yang dihubungkan dalam konfigurasi gambar mempunyai defleksi yang sebanding dengan daya rata-rata. Jika e dan i adalah besaran sinus dengan bentuk e = Em sin ωt dan i = Im sin (ωt + θ), persamaan kedua berubah menjadi :

Dimana E dan I menyatakan  nilai –nilai rms tegangan dan arus, serta θ menyatakan sudut fasa antara tegangan dan arus. Persamaan kedua dan ketiga menunjukkan bahwa elektrodinamometer mengukur daya rata-rata yang disalurkan pada beban.
Wattmeter mempunyai satu terminal tegangan dan arus yang ditandai dengan “+”. Bila terminal arus yang ditandai dihubungkan ke jala-jala masuk dan terminal tegangan ke sisi jala-jala di mana kumparan arus dihubungkan, alat ukur selalu akan membaca naik bila daya dihubungkan ke beban. Jika untuk satu alasa (seperti dalam metode dua wattmeter untuk mengukur daya 3 fasa) jarum membaca mundur, sambungan arus (bukan sambungan tegangan) harus dipertukarkan.
Wattmeter elektrodinamometer membutuhkan sejumlah daya untuk mempertahankan medan mafnitnya, tetapi biasanya sangat kecil dibandingkan terhadap daya beban sehingga dapat diabaikan. Jika diperlukan pembacaan daya yang tepat, kumparan arus harus membawa arus beban yang tepat pula. Dengan menghubungkan kumparan potensial ke titik A seperti pada Gambar 1.1, tegangan beban terukur dengan tepat tetapi arus yang melalui kumparan-kumparan medan lebih besar sebanyak Ip. Berarti wattmeter membaca lebih tinggi sebesar kehilangan daya tambahan di dalam ran gkaian potensial. Tetapi jika kumparan potensial dihubungkan ke titik B Gambar 1.1, kumparan medan mencatat arus beban yang tepat, tetapi tegangan pada kumparan potensial akan lebih besar sebanyak penurunan tegangan pada kumparan-kumparan medan. Juga wattmeter akan mencatat lebih tinggi, tetapi dengan kehilangan sebesar I2R di dalam kumparan-kumparan medan. Cara penyambungan yang tepat bergantung pada situasi. Umumnya sambungan kumparan potensial pada titik A lebih diinginkan untuk beban-beban arus tinggi, tegangan rendah. Sedangkan sambungan kumparan potensial pada titik B lebih diinginkan untuk beban-beban arus rendah dan tegangan tinggi.

Gambar 1.2. Diagram wattmeter terkompensasi

Diagram wattmeter terkompensasi yang mana efek arus di dlaam kumparan potensial dihilangkan oleh arus dalam kumparan kompensasi.
Kesulitan dalam menempatkan sambungan kumparan potensial diatasi dengan wattmeter yang terkompensasi seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2. Kumparan arus terdiri dari dua kumparan, masing-masing mempunyai jumlah lilitan yang sama. Salah satu kumparan menggunakan kawat besar yang membawa arus beban ditambah arus untuk kumparan potensial. Gulungan lain menggunaka kawat kecil (tipis) dan hanya membawa arus ke kumparan tegangan. Tetapi arus ini berlawanan dengan fluksi utama. Berarti efek Ip dihilangkan dan wattmeter menunjukkan daya yang sesuai.




1.3       Rangkaian Percobaan
a.      Metode I (Menggunakan Wattmeter, Cos, AM, VM)


Gambar 1.3. Rangkaian Pengukuran Beban Linier 1 Phasa menggunakan Wattmeter

Daya aktif (P) pada beban satu phasa :
P = Vph x Iline x Cos φ
P = Penunjukkan wattmeter (watt)
Daya semu :
S = VI (VA)

b.      Metode II (Menggunakan Power Meter true rms)



Gambar 1.4. Rangkaian Pengukuran Beban Linier 1 Phasa menggunakan Power Meter

1.4       Peralatan dan Bahan
1.      Voltmeter AC                                                     (1 buah)
2.      Ammeter AC                                                      (1 buah)
3.      Wattmeter 1 fasa                                                            (1 buah)
4.      Cos φ meter                                                        (1 buah)
5.      Power Meter                                                       (1 buah)
6.      Slidak (VR)                                                         (1 buah)
7.      Beban Linier                  
·         Lampu                                                           (1 buah)
·         Lampu seri Ballast                                        (1 buah)
·         Lampu parallel Capasitor                              (1 buah)

Keterangan : Beban Linier yang dipakai :
1.      Lampu
2.      Motor




1.5       Langkah Kerja
1.      Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan.
2.      Buat rangkaian seperti pada Gambar rangkaian metode I (Gambar 1.3), kemudian ukur tegangan, arus, daya dari penunjukkan wattmeter dan power factor (cos φ).
3.      Buat rangkaian seperti Gambar rangkaian metode II (Gambar 1.4), kemudian ukur tegangan, arus, daya dan power factor (cos φ) dari penunjukkan Power Meter.
4.      Bandingkan hasil pengukuran metode I dengan metode II.
5.      Tentukan prosentasi hasil pengukuran.

1.6       Tabel Hasil Percobaan
Metode I
No.
Beban
V(Volt)
I(A)
cos phi
S=VxI (VA)
P(watt)-teori
P(watt)-praktek
1
Lampu
224
0,85
1
190,4
190,4
200
2
Lampu // C
222
1,44
0,57 lagging
319,68
182,22
200
3
Lampu // C // L
224
2,6
0,42 lagging
582,4
244,61
250
4
Lampu // C dan L
224
2
0,78 leading
448
349,44
350
5
Motor Induksi 1 phasa
220
1,1
0,58 lagging
242
140,36
125

Metode II
No.
Beban
V(Volt)
I(A)
cos phi
S=VxI (VA)
DPF
P(watt)
1
Lampu
224
0,85
0,99
192
1
190
2
Lampu // C
224
1,5
0,51
340
0,51
170
3
Lampu // C // L
223
2,11
0,52
470
0,51
240
4
Lampu // C dan L
224
2,8
0,45
620
0,45
280
5
Motor Induksi 1 phasa
222
1,09
0,55
246
0,56
134

1.7       Analisa
Pada percobaan pertama Praktikum Kualitas Daya diawali dengan mengukur Beban Linier Satu Fasa menggunakan dua metode yang berbeda yaitu metode pertama menggunakan alat ukur analog seperti amperemeter, voltmeter, cos phi meter, wattmeter dan sebagainya. Sedangkan metode yang kedua lebih praktis yaitu hanya menggunaka Power Meter yang ber merk Fluke Meter, Power Meter disini mampu mengukur kualitas daya pada parameter-parameter yang lebih dari satu, diantaranya seperti tegangan, arus, PF, DPF, DF, KF, THDi, THDv, S, P, Q, harmonisa dan masih banyak lagi, selain itu alat ukur ini bisa digunakan pada beban satu fasa maupun tiga fasa. Alat ini juga sangat presisi, karena pembacaannya tidak menggunakan jarum penunjuk seperti alat ukur analog yang memungkinkan terjadinya human error, sehingga alat ini juga dinamakan alat ukur yang True RMS. Namun karena kelebihannya sangat banyak maka Power Meter ini harganya sangat mahal, sehingga banyak industry besar yang belum memiliki alat ukur ini meskipun sebenarnya membutuhkan untuk membantu memaksimalkan peralatan industry.
Pada percobaan ini dilakukan menggunakan beban yang bervariasi, yaitu :
a.    beban lampu,
b.    beban lampu yang diparallel dengan kapasitor,
c.    beban lampu yang diparallel dengan kapasitor lalu diparallel lagi dengan inductor,
d.   beban kapasitor yang diseri dengan inductor, lalu hasilnya diparallel dengan lampu,
e.    beban motor induksi satu fasa.
Kelima beban tersebut diterapkan pada metode I dan metode II, kemudian hasilnya dibandingkan.
Pada metode I diberikan input sebesar 220 Volt dari penunjukan variac, namun yang terlihat di voltmeter rata-rata dari kelima beban besarnya sama yaitu sebesar 224 Volt. Untuk nilai arus bervariasi tergantung bebannya. Ketika beban yang digunakan lampu dimana lampu adalah jenis beban resistif murni maka memiliki PF yang unity atau PF = 1, dan arusnya kecil karena tahanan lampu besar. Karena beban lampu memiliki arus yang kecil maka daya-nya sekitar 190 watt dari hasil perhitungan teori sesuai rumus yaitu : P = V x I x cos phi, sedangkan pada prakteknya bernilai 200 watt yang terbaca dari wattmeter. Untuk beban lampu yang diparallel dengan kapasitor hasilnya lebih besar karena tahanannya menjadi lebih besar selain itu kapasitor memiliki karakter menyimpan arus sehingga mengakibatkan nilai cos phi turun atau jelek, sehingga mengakibatkan nilai daya reaktif (S) besar yaitu 320 VA, namun daya aktif (P) lebih kecil dari beban sebelumnya yaitu 182 watt. Hal ini yang menjadikan kebanyakan lampu diberikan ballast atau kapasitor, karena daya yang terbaca pada KWHmeter adalah daya aktif sehingga bisa memperkecil daya yang digunakan. Sedangkan pada beban lampu yang diparallel dengan kapasitor lalu diparalle lagi dengan inductor memiliki daya reaktif (S) lebih besar lagi yaitu 582 VA, namun daya aktifnya (P) kecil yaitu hanya sebesar 241 watt hal ini karena cos phi meter menunjukkan PFnya kecil yaitu 0,4. Sedangkan untuk beban ketiga yaitu kapasitor di seri dengan inductor lalu hasilnya diparallel dengan lampu menjadikan arusnya lebih kecil dari beban sebelumnya namun cos phinya naik menjadi 0,78 sehingga menjadikan daya aktif (P) dan daya reaktif (S) hampir sama. Sedangkan yang terakhir adalah beban motor induksi satu fasa yang memiliki karakteristik arus konstan kecil dan PF kecil sehingga mengakibatkan nilai daya aktif (P) maupun daya reaktif (S) kecil namun tidak sama atau tidak hampir sama. Namun perlu diperhatikan, ketika praktikum dengan beban motor induksi satu fasa ini saat menaikkan tegangan dari variac harus hati-hati karena motor memiliki starting yang besar, dan akan konstan ketika kecepatannya konstan. Hal ini karena dipengaruhi adanya torque motor.
Pada metode kedua lebih simple karena tidak membutuhkan banyak kabel, sebab dari alat ukur yang digunakan hanya direplace dengan satu buah alat ukur yaitu Power Meter. Dari hasil data percobaan yang terlampir bisa dilihat bahwa nilai metode II tidak berbeda jauh  dengan metode II, namun yang lebih presisi adalah metode II karena Power Meter mampu menunjukkan angka yang pasti ketika konstan dan tidak perlu mengira-ngira ketika dibaca (seperti alat ukur analog dibaca dari jarum penunjukkan).

1.8       Kesimpulan
-          Apabila nilai cos phi unity atau mendekati unity maka nilai daya aktif (P) dan daya reaktif (S) akan sama atau hampir sama.
-          Alat ukur analog memiliki banyak kekurangan, yaitu :
Ø  Kurang effisien karena membutuhkan banyak kabel pemasangannya.
Ø  Kurang efektif karena satu alat hanya membaca satu parameter pengukuran.
Ø  Kurang presisi karena pembacaannya mudah terjadi human error.
-          Sehingga dari alat ukur analog ditemukan sebuah alat ukur yang mampu memperbaiki kekurangan alat ukur analog, yaitu Power meter. Karena alat ini bisa dikatakan True RMS maka harganya juga tidak murah, dan jauh lebig mahal jika dibandingkan alat ukur analog.