PERCOBAAN
1
MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE
RMS PADA PENGUKURAN BEBAN LINIER SATU FASA
1.1
Tujuan
Praktikum
1. Praktikan
dapat memahami prinsip dasar pengukuran daya arus bolak-balik dengan meter
analog dan meter true rms.
2. Praktikan
dapat menganalisa dan menyimpulkan perbedaan hasil pengukuran meter analog dan
meter true rms untuk pengukuran beban linier 1 fasa.
1.2
Dasar
Teori Penunjang
Wattmeter
satu fasa terbuat dari :
Elektrodinamometer
dipakai secara luas dalam pengukuran daya. Peralatan tersebut dapat digunakan
untuk menunjukkan daya searah (dc) maupun daya bolak-balik (ac) untuk setiap
gelombang tegangan dan arus yang tidak terbatas pada gelombang sinus saja.
Elektrodinamometer dapat digunakan sebagai voltmeter atau amperemeter terdiri
dari kumparan-kumparan yang diam dan yang berputar dihubungkan secara seri,
karena itu bereaksi pada efek kuadrat arus. Bila digunakan sebagai alat ukur
daya satu fasa, kumparan-kumparan dihubungkan dengan cara yang berbeda, seperti
terlihat pada Gambar 1.1 di bawah ini :
Gambar 1.1. Diagram sebuah
wattmeter elektrodinamometer,
yang dihubungkan beban satu fasa
Kumparan-kumparan
yang diam atau kumparan-kumparan medan ditunjukkan sebagai dua elemen terpisah
yang dihubungkan secara seri dan membawa arus jala-jala total (ic).
Kumparan yang berputar yang ditempatkan di dalam medan magnet membawa arus
kecil (ip). Arus sesaat di dalam kumparan yang berputar adalah
tahanan total kumparan berputar beserta tahanan serinya. Defleksi kumparan
putar sebanding dengan perkalian ic dan ip dan untuk
defleksi rata-rata selama satu periode dapat dituliskan :
Di
mana:
θ rata-rata = Defleksi sudut rata-rata dari kumparan
K =
Konstanta instrumen
ic = Arus sesaat di dalam kumparan-kumparan medan
ip = Arus sesaat di dalam kumparan potensial
Dengan menganggap sementara ic
sama dengan arus beban I (secara actual ic = ip+i) dan
menggunakan nilai ip = e/Rp, jadi persamaan di atas berubah
menjadi :
Menurut definisi daya rata-rata di dalam
suatu rangkaian adalah :
Yang menujukkan bahwa elektrodinamometer
yang dihubungkan dalam konfigurasi gambar mempunyai defleksi yang sebanding
dengan daya rata-rata. Jika e dan i adalah besaran sinus dengan bentuk e = Em sin ωt dan i = Im sin (ωt + θ), persamaan kedua berubah menjadi
:
Dimana E dan I menyatakan nilai –nilai rms tegangan dan arus, serta θ menyatakan sudut fasa antara
tegangan dan arus. Persamaan kedua dan ketiga menunjukkan bahwa
elektrodinamometer mengukur daya rata-rata yang disalurkan pada beban.
Wattmeter mempunyai satu terminal
tegangan dan arus yang ditandai dengan “+”. Bila terminal arus yang ditandai
dihubungkan ke jala-jala masuk dan terminal tegangan ke sisi jala-jala di mana
kumparan arus dihubungkan, alat ukur selalu akan membaca naik bila daya
dihubungkan ke beban. Jika untuk satu alasa (seperti dalam metode dua wattmeter
untuk mengukur daya 3 fasa) jarum membaca mundur, sambungan arus (bukan
sambungan tegangan) harus dipertukarkan.
Wattmeter elektrodinamometer membutuhkan
sejumlah daya untuk mempertahankan medan mafnitnya, tetapi biasanya sangat
kecil dibandingkan terhadap daya beban sehingga dapat diabaikan. Jika
diperlukan pembacaan daya yang tepat, kumparan arus harus membawa arus beban
yang tepat pula. Dengan menghubungkan kumparan potensial ke titik A seperti
pada Gambar 1.1, tegangan beban terukur dengan tepat tetapi arus yang melalui
kumparan-kumparan medan lebih besar sebanyak Ip. Berarti wattmeter
membaca lebih tinggi sebesar kehilangan daya tambahan di dalam ran gkaian
potensial. Tetapi jika kumparan potensial dihubungkan ke titik B Gambar 1.1,
kumparan medan mencatat arus beban yang tepat, tetapi tegangan pada kumparan
potensial akan lebih besar sebanyak penurunan tegangan pada kumparan-kumparan
medan. Juga wattmeter akan mencatat lebih tinggi, tetapi dengan kehilangan
sebesar I2R di dalam kumparan-kumparan medan. Cara penyambungan yang
tepat bergantung pada situasi. Umumnya sambungan kumparan potensial pada titik
A lebih diinginkan untuk beban-beban arus tinggi, tegangan rendah. Sedangkan
sambungan kumparan potensial pada titik B lebih diinginkan untuk beban-beban
arus rendah dan tegangan tinggi.
Diagram wattmeter terkompensasi yang mana
efek arus di dlaam kumparan potensial dihilangkan oleh arus dalam kumparan
kompensasi.
Kesulitan dalam menempatkan sambungan
kumparan potensial diatasi dengan wattmeter yang terkompensasi seperti
ditunjukkan pada Gambar 1.2. Kumparan arus terdiri dari dua kumparan,
masing-masing mempunyai jumlah lilitan yang sama. Salah satu kumparan
menggunakan kawat besar yang membawa arus beban ditambah arus untuk kumparan
potensial. Gulungan lain menggunaka kawat kecil (tipis) dan hanya membawa arus
ke kumparan tegangan. Tetapi arus ini berlawanan dengan fluksi utama. Berarti
efek Ip dihilangkan dan wattmeter menunjukkan daya yang sesuai.
1.3
Rangkaian
Percobaan
a.
Metode
I (Menggunakan Wattmeter, Cos, AM, VM)
Gambar
1.3. Rangkaian Pengukuran Beban Linier 1 Phasa menggunakan Wattmeter
Daya aktif (P) pada beban satu phasa :
P = Vph
x Iline x Cos φ
P = Penunjukkan wattmeter (watt)
Daya semu :
S = VI (VA)
Gambar
1.4. Rangkaian Pengukuran Beban Linier 1 Phasa menggunakan Power Meter
1.4
Peralatan
dan Bahan
1. Voltmeter
AC (1
buah)
2. Ammeter
AC (1
buah)
3. Wattmeter
1 fasa (1
buah)
4. Cos
φ meter (1
buah)
5. Power
Meter (1
buah)
6. Slidak
(VR) (1
buah)
7. Beban
Linier
·
Lampu (1
buah)
·
Lampu seri Ballast (1 buah)
·
Lampu parallel Capasitor (1 buah)
Keterangan : Beban Linier yang
dipakai :
1.
Lampu
2.
Motor
1.5
Langkah
Kerja
1. Siapkan
peralatan dan bahan yang dibutuhkan.
2. Buat
rangkaian seperti pada Gambar rangkaian metode I (Gambar 1.3), kemudian ukur
tegangan, arus, daya dari penunjukkan wattmeter dan power factor (cos φ).
3. Buat
rangkaian seperti Gambar rangkaian metode II (Gambar 1.4), kemudian ukur
tegangan, arus, daya dan power factor (cos φ) dari penunjukkan Power Meter.
4. Bandingkan
hasil pengukuran metode I dengan metode II.
5. Tentukan
prosentasi hasil pengukuran.
1.6
Tabel
Hasil Percobaan
Metode
I
No.
|
Beban
|
V(Volt)
|
I(A)
|
cos phi
|
S=VxI (VA)
|
P(watt)-teori
|
P(watt)-praktek
|
1
|
Lampu
|
224
|
0,85
|
1
|
190,4
|
190,4
|
200
|
2
|
Lampu // C
|
222
|
1,44
|
0,57 lagging
|
319,68
|
182,22
|
200
|
3
|
Lampu // C // L
|
224
|
2,6
|
0,42 lagging
|
582,4
|
244,61
|
250
|
4
|
Lampu // C dan L
|
224
|
2
|
0,78 leading
|
448
|
349,44
|
350
|
5
|
Motor Induksi 1 phasa
|
220
|
1,1
|
0,58 lagging
|
242
|
140,36
|
125
|
Metode
II
No.
|
Beban
|
V(Volt)
|
I(A)
|
cos phi
|
S=VxI (VA)
|
DPF
|
P(watt)
|
1
|
Lampu
|
224
|
0,85
|
0,99
|
192
|
1
|
190
|
2
|
Lampu // C
|
224
|
1,5
|
0,51
|
340
|
0,51
|
170
|
3
|
Lampu // C // L
|
223
|
2,11
|
0,52
|
470
|
0,51
|
240
|
4
|
Lampu // C dan L
|
224
|
2,8
|
0,45
|
620
|
0,45
|
280
|
5
|
Motor Induksi 1 phasa
|
222
|
1,09
|
0,55
|
246
|
0,56
|
134
|
1.7
Analisa
Pada percobaan pertama
Praktikum Kualitas Daya diawali dengan mengukur Beban Linier Satu Fasa
menggunakan dua metode yang berbeda yaitu metode pertama menggunakan alat ukur
analog seperti amperemeter, voltmeter, cos phi meter, wattmeter dan sebagainya.
Sedangkan metode yang kedua lebih praktis yaitu hanya menggunaka Power Meter
yang ber merk Fluke Meter, Power Meter disini mampu mengukur kualitas daya pada
parameter-parameter yang lebih dari satu, diantaranya seperti tegangan, arus,
PF, DPF, DF, KF, THDi, THDv, S, P, Q, harmonisa dan masih banyak lagi, selain
itu alat ukur ini bisa digunakan pada beban satu fasa maupun tiga fasa. Alat
ini juga sangat presisi, karena pembacaannya tidak menggunakan jarum penunjuk
seperti alat ukur analog yang memungkinkan terjadinya human error, sehingga
alat ini juga dinamakan alat ukur yang True RMS. Namun karena kelebihannya
sangat banyak maka Power Meter ini harganya sangat mahal, sehingga banyak
industry besar yang belum memiliki alat ukur ini meskipun sebenarnya
membutuhkan untuk membantu memaksimalkan peralatan industry.
Pada percobaan ini
dilakukan menggunakan beban yang bervariasi, yaitu :
a. beban
lampu,
b. beban
lampu yang diparallel dengan kapasitor,
c. beban
lampu yang diparallel dengan kapasitor lalu diparallel lagi dengan inductor,
d. beban
kapasitor yang diseri dengan inductor, lalu hasilnya diparallel dengan lampu,
e. beban
motor induksi satu fasa.
Kelima beban tersebut
diterapkan pada metode I dan metode II, kemudian hasilnya dibandingkan.
Pada metode I diberikan
input sebesar 220 Volt dari penunjukan variac, namun yang terlihat di voltmeter
rata-rata dari kelima beban besarnya sama yaitu sebesar 224 Volt. Untuk nilai
arus bervariasi tergantung bebannya. Ketika beban yang digunakan lampu dimana
lampu adalah jenis beban resistif murni maka memiliki PF yang unity atau PF =
1, dan arusnya kecil karena tahanan lampu besar. Karena beban lampu memiliki
arus yang kecil maka daya-nya sekitar 190 watt dari hasil perhitungan teori
sesuai rumus yaitu : P = V x I x cos phi, sedangkan pada prakteknya bernilai
200 watt yang terbaca dari wattmeter. Untuk beban lampu yang diparallel dengan
kapasitor hasilnya lebih besar karena tahanannya menjadi lebih besar selain itu
kapasitor memiliki karakter menyimpan arus sehingga mengakibatkan nilai cos phi
turun atau jelek, sehingga mengakibatkan nilai daya reaktif (S) besar yaitu 320
VA, namun daya aktif (P) lebih kecil dari beban sebelumnya yaitu 182 watt. Hal
ini yang menjadikan kebanyakan lampu diberikan ballast atau kapasitor, karena
daya yang terbaca pada KWHmeter adalah daya aktif sehingga bisa memperkecil
daya yang digunakan. Sedangkan pada beban lampu yang diparallel dengan
kapasitor lalu diparalle lagi dengan inductor memiliki daya reaktif (S) lebih
besar lagi yaitu 582 VA, namun daya aktifnya (P) kecil yaitu hanya sebesar 241
watt hal ini karena cos phi meter menunjukkan PFnya kecil yaitu 0,4. Sedangkan
untuk beban ketiga yaitu kapasitor di seri dengan inductor lalu hasilnya
diparallel dengan lampu menjadikan arusnya lebih kecil dari beban sebelumnya
namun cos phinya naik menjadi 0,78 sehingga menjadikan daya aktif (P) dan daya
reaktif (S) hampir sama. Sedangkan yang terakhir adalah beban motor induksi
satu fasa yang memiliki karakteristik arus konstan kecil dan PF kecil sehingga
mengakibatkan nilai daya aktif (P) maupun daya reaktif (S) kecil namun tidak
sama atau tidak hampir sama. Namun perlu diperhatikan, ketika praktikum dengan
beban motor induksi satu fasa ini saat menaikkan tegangan dari variac harus
hati-hati karena motor memiliki starting yang besar, dan akan konstan ketika
kecepatannya konstan. Hal ini karena dipengaruhi adanya torque motor.
Pada metode kedua lebih
simple karena tidak membutuhkan banyak kabel, sebab dari alat ukur yang
digunakan hanya direplace dengan satu
buah alat ukur yaitu Power Meter. Dari hasil data percobaan yang terlampir bisa
dilihat bahwa nilai metode II tidak berbeda jauh dengan metode II, namun yang lebih presisi
adalah metode II karena Power Meter mampu menunjukkan angka yang pasti ketika
konstan dan tidak perlu mengira-ngira ketika dibaca (seperti alat ukur analog
dibaca dari jarum penunjukkan).
1.8
Kesimpulan
-
Apabila nilai cos phi unity atau
mendekati unity maka nilai daya aktif (P) dan daya reaktif (S) akan sama atau
hampir sama.
-
Alat ukur analog memiliki banyak
kekurangan, yaitu :
Ø Kurang
effisien karena membutuhkan banyak kabel pemasangannya.
Ø Kurang
efektif karena satu alat hanya membaca satu parameter pengukuran.
Ø Kurang
presisi karena pembacaannya mudah terjadi human error.
-
Sehingga dari alat ukur analog ditemukan
sebuah alat ukur yang mampu memperbaiki kekurangan alat ukur analog, yaitu
Power meter. Karena alat ini bisa dikatakan True RMS maka harganya juga tidak
murah, dan jauh lebig mahal jika dibandingkan alat ukur analog.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuspakai aplikasi apa mas?
BalasHapus